Monday, June 20, 2011

MENTERJEMAHKAN FENOMENA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA DI SEKOLAH DENGAN FILSAFAT

Filsafat adalah cabang ilmu yang mempelajari semua yang ada dan yang mungkin ada, dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari semua aspek dalam kehidupan. Obyek kajian yang ada dalam filsafat sangatlah luas, dalam belajar filsafat kita harus menghargai ruang dan waktu sebab semua hal tergantung pada ruang dan waktunya. Munculnya filsafat pertama kali berasal dari kehidupan sehari-hari yaitu dari fenomena alam, sehingga filsafat pertama yang ada disebut filsafat alam. Kemudian seiring waktu, filsafat terus berkembang salah satunya yaitu muncul filsafat matematika dan dalam pendidikan juga terdapat cabang ilmu filsafat pendidikan matematika. Dari fenomena alam yang ada akan muncul suatu fenomena matematika dan pendidikan matematika yang kemudian secara berkesinambungan mewujudkan suatu noumena.

Dalam filsafat terdapat tiga pilar utama yang menjadi unsur dasar kajiannya dalam kehidupan, yaitu :

  • Ontologi (hakekat): merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan/hakekat sesuatu yang bersifat konkret/ada. Jadi obyek telaah ontologi adalah yang ada.
  • Epistimologi (metode): adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (Ilmiah).
  • Aksiologi (untuk apa): membahas tentang nilai etik dan estetika suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu tergantung ada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya.

Filsafat Pendidikan

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu: Filsafat pendidikan “progresif”, didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Dan Filsafat pendidikan “konservatif”, didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.


Filsafat Pendidikan Matematika

Salah satu cabang ilmu filsafat pendidikan adalah filsafat pendidikan matematika, yaitu suatu studi yang menelaah yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia pendidikan dan khususnya pendidikan matematika. Salah satu hal yang terjadi dalam pendidikan adalah proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Jadi kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dikaji dan diterjemahkan dari sudut pandang filsafat. Dalam pendidikan matematika di Indonesia sistem yang mendominasi adalah sistem yang menganut paham Hilbert. Matematika menurut Hilbert bersifat formal, aksiomatis, dan pure mathematics. Filsafat pendidikan matematika yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme (kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan matematika mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.

Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi. Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah. Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya.


Menterjemahkan Proses Belajar Mengajar Matematika dengan Filsafat

Dalam hal ini fenomena proses belajar mengajar di sekolah akan diterjemahakn berdasarkan tiga pilar utama filsafat, yaitu :

1. Aspek Ontologi

Ontologi merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak/peserta didik. Ontologi secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Seorang guru seharusnya mengetahui hakekat manusia, khususnya hakekat peserta didik. Hakekat manusia adalah makhluk jasmani, rohani, individual, bebas, dan menyejarah. Sehingga dalam PBM matematika harus juga diterapkan unsur pendidikan karakter yang dapat membentuk karakter anak/peserta didik sebagai individu yang berkepribadian baik.

2. Aspek Epistimologi

Epistimologi adalah segala sesuatu tentang metode, yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Fenomena yang terjadi dalam PBM matematika bagi seorang guru adalah, bagaimana mengajarkan ilmu matematika sehingga mudah dipahami siswa. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat dan metode yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Sebagai pendidik hendaknya tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Meliputi pula pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.

3. Aspek Aksiologi

Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa pada proses belajar mengajar di sekolah tujuannya tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan. Jadi dari aspek aksiologi, fenomena yang ada adalah kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah tidak hanya merupakan transfer ilmu pengetahuan tetapi juga mengutamakan etik estetika dan juga sopan santun agar pengetahuan matematika yang didapat digunakan untuk tujuan kebaikan.

Sumber :

http://www.scribd.com/doc/43326775/Ontologi-Epistemologi-Dan-Aksiologi-Ilmu

http://www.masbied.com/2010/03/20/filsafat-pendidikan-matematika/

http://sdn08ptkbrt.webs.com/apps/blog/show/639709-guru-dan-filsafat-pendidikan

No comments:

Post a Comment